DEKRIT PRESIDEN
LATAR BELAKANG
Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan
Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota
konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956.
Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang
diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali
kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk
kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara
menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju
lebih banyak dan tetapi makanya pemungutan suara ini harus diulang, karena
jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yg
harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh
jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali
dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini
Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante
memutuskan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat
dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan
UUD.
PENGELUARAN
DEKRIT PRESIDEN 1959
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan dalam upacara resmi
di Istana Merdeka.
Isi dari Dekret tersebut antara lain:
1. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya
2. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
SUMBER :
·
(Indonesia) Dekret Presiden Oleh Alwi Shahab @ Republika.com
·
Yudhistira:
2007, Sejarah
untuk SMP Kelas IX ISBN 978-979-019-140-2
·
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (salinan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar